Wu Assassins: It Is Like Cough Medicine, Only It Does Not Heal the Cough
- Sang Protagonis
- Sep 16, 2019
- 4 min read
Kalian pernah mengalami rasa kantuk setelah meminum obat batuk sebagai efek samping? Begitulah kira-kira efek samping menonton Wu Assassins. Saya sendiri menghabiskan waktu kurang lebih tiga hari untuk menyelesaikan episode 1 karena selalu tertidur tiap 15 menit film berjalan.
Film action yang dibintangi oleh Iko Uwais ini memang membosankan sejak awal episode pertama. Film action yang mempunyai aksi tendang-pukul-banting dengan kualitas yang memuaskan ini tidak diimbangi kualitas dialog yang cukup.
Iko Uwais sebagai pemeran utama di film ini tampil cukup mengecewakan. Dialog yang datar membuat chemistry antar karakter menjadi hambar. Pendalaman dan pengembangan karakter yang dangkal menjadikan suasana filmnya membosankan.

Film ini mengambil kehidupan ras cina di San Francisco yang berhubungan dengan Triad sebagai inti cerita. Iko Uwais berperan sebagai Kai Jin yang menjadi anak angkat dari Uncle Six (Byron Mann). Uncle Six adalah salah satu anggota tinggi Triad yang menguasai Chinatown di San Francisco. Selain Kai Jin, ada juga Jenny Wah (Li Jun Li), Tommy Wah (Lawrence Kao) dan juga Lu Xin Lee (Lewis Tan) yang menjadi anak angkat dari Uncle Six.
Mereka berempat tampaknya adalah saudara angkat yang saling menyayangi satu dengan yang lain. Sayangnya tidak banyak latar belakang cerita yang menunjukkan betapa dekatnya mereka sejak kecil. Dialog yang dibangun antar karakter pun tidak menunjukkan keakraban mereka. Seperti orang yang hanya saling kenal yang sering bertemu sehari-hari.
Karena tuntutan tugas, saya tetap berusaha memahami film ini sebisa mungkin. Sambil tetap berharap ceritanya berkembang lebih baik di tiap episodenya. Akhirnya saya menonton Wu Assassins dengan berpegang pada dua premis yang jelas: Wu Assassin bertugas untuk membunuh semua Wu warlords dan Uncle Six adalah salah satu Wu Warlord.
Melihat jajaran pemeran dari film ini, hampir semua protagonis di film ini di adalah orang Asia. Sayangnya pengenalan dalam film ini terlalu me-generalisasi Asia sebagai Cina. Lihat saja Iko Uwais dalam film ini yang menurut saya, sebagai orang Indonesia, tidak memiliki perawakan Chinese, diperkenalkan sebagai Chinese. Tidak benar-benar Chinese sebenarnya. Beberapa kali Kai menyanggah dianggap sebagai Chinese dan menyebut dirinya sebagai Chinese-Indonesian, tapi tetap saja dia bukan Chinese di mata saya. Bahkan dalam adegan flashback pemeran Kai Jin muda adalah Chinese. Saya merasa kasihan Kai Jin harus mengalami krisis identitas tumbuh dewasa kehilangan identitas Chinesenya secara fisik.
Kalau kalian menyukai film karya Quentin Tarantino karena dia bisa mengolah kesalahan logika menjadi sesuatu yang lucu dan seru, film ini menawarkan kebalikannya. Wu Assassins menawarkan sesuatu yang baru dan mengganggu. Iya, kalian tidak menemukan nada positif dari kalimat sebelumnya karena yang disuguhkan di film ini cukup menyebalkan bagi saya.

Sebelum melanjutkan ke bagian plot cerita yang mengganggu dan menyebalkan, ada beberapa hal yang berhubungan dengan inti cerita dan karakter yang harus dijelaskan terlebih dahulu. Bagian ini mungkin bisa dianggap spoiler, tapi tentu saya tidak akan membeberkan cerita besar film ini. Hanya beberapa bagian yang saya anggap penting untuk memahami ulasan saya.
Pertama, Wu Assassins adalah seorang dengan kekuatan kuno yang diberikan kepada orang yang terpilih secara turun temurun setiap generasi. Tugas utama dari Wu Assassins adalah untuk membunuh Wu Warlords yang tersebar di seluruh dunia, atau di sekitar California untuk mempercepat jalan cerita. Wu Warlords sendiri adalah orang yang mendapatkan kekuatan misterius dari benda yang disebut Wu Xing. Wu Xing sendiri memiliki lima elemen yang memberikan kekuatan kepada pemiliknya. Besi, api, kayu, tanah, dan air.
Kedua, dalam proses pengenalan orang terpilih untuk menjadi Wu Assassins, mereka memasuki suatu dimensi yang tidak terpengaruh oleh waktu di dunia nyata. Dalam latihan itu sendiri, dipandu langsung oleh Wu Assassin pertama, Ying Ying (Celia Au). Proses latihannya kurang lebih mirip saat Aang, Avatar the Legend of Aang, belajar bersama Avatar sebelum-sebelumnya. Bedanya, proses latihannya cukup singkat.
Penampilan Iko Uwais di film ini cukup mengecewakan. Secara akting, jelas saya menyalahkan dia karena kualitasnya yang medioker. Secara karakter, saya tidak akan mengatakan itu kapasitasnya untuk disalahkan. Sepertinya sutradara benar-benar menginginkan penggambaran Kai sebagai Chinese-Indonesia tapi melupakan bahwa Iko adalah satu-satunya talent dari Indonesia yang dia punya. Akibatnya, saat menampilkan scene saat Kai masih muda, mereka harus menggunakan talent Chinese-America. Akibatnya, selain secara penampilan yang terlihat jelas berbeda untuk orang Asia asli, aksen mereka berdua terasa benar-benar berbeda. Iko dengan aksen yang Indonesia yang kental sedangkan Pemeran Kai Jin muda memiliki aksen Amerika yang lebih jelas dalam film ini.
Tenang, Iko Uwais bukan satu-satunya korban buruknya skrip di film ini. Satu karakter yang terkena imbasnya adalah Alec McCullough (Tommy Flannagan). Dia adalah salah satu Wu Assassins di abad 16. Seperti Kai Jin, dia juga dipilih dan dilatih langsung oleh Ying Ying. Bedanya, Alec adalah orang Scotlandia pada tahun itu. Dia (sepertinya) seorang petualang yang sering tinggal di hutan bersama dengan istri dan anaknya.
Pada suatu saat Alec didatangi oleh Ying Ying. Di tengah hutan di Scotlandia, didatangi perempuan Cina berpakaian rapi tentu membuat Alec ketakutan. Dengan penggambaran hidup Alec McColullough yang seperti itu, tidak pernah dia bertemu orang yang berbeda ras dengannya. Selain itu, kalau asumsi saya benar, belum banyak orang Cina yang datang ke negara Eropa pada masa itu. Jadi tentu mengejutkan bertemu dengan orang Cina di tengah hutan dan mengatakan kalau kamu adalah orang yang terpilih menjadi Wu Assassin.

Di awal cerita saat Kai pertama kali bertemu dengan Ying, dikatakan dia harus membunuh Wu Assassins atau orang-orang yang dia sayangi berada dalam bahaya. Ingat saya mengatakan bahwa chemistry antara Kai dan saudaranya tidak terasa sama sekali? Tentu ini menimbulkan pertanyaan, apakah mereka benar-benar orang yang Kai sayang? Atau mereka hanya sekumpulan orang yang dalam bahaya? Kalau hanya bisa diverifikasi di pertanyaan kedua, kenapa keselamatan mereka jadi beban Kai?
Selain itu, karena hampir semua keluarga angkatnya bisa beladiri, kenapa Kai terlalu khawatir dengan mereka. Apakah dia merasa dia paling jago dalam bela diri? Jenny diperlihatkan bisa mengalahkan 3 orang drug dealer sekaligus sendirian sepertinya sudah cukup membuktikan kalo dia tidak benar-benar butuh dilindungi orang lain. Tanpa adanya motivasi yang kuat ditunjukkan oleh Kai Jin, cerita di film ini terasa berjalan tanpa arah.
Dengan semua ulasan cerita yang seperti itu, apakah film ini layak ditonton? Mengesampingkan cerita, adegan tinju pukul yang ditampilkan dalam film ini tentu sangat menyenangkan. Kalau kalian adalah tipe orang yang gampang terhibur dengan adegan-adegan action yang mengejutkan, tidak ada salahnya menonton film ini. Paling tidak kalian bisa menonton film ini sambil mengerjakan teka-teki silang untuk menghiraukan adegan non-aksi film ini.
Saya sendiri menyarankan untuk Netflix, daripada menuliskan sinopsis di tiap episodenya, lebih baik memberikan himbauan “film ini menyebabkan kantuk”.
Comments