SPIDER-MAN: INTO THE SPIDER-VERSE: Film Animasi terbaik untuk menutup tahun 2018.
- Sang Protagonis
- Dec 29, 2018
- 6 min read
Updated: Dec 30, 2018
Bayangkan anda mengambil sebuah komik Spider-Man dan mulai membacanya. Anda buka dan baca komik itu dari satu halaman per halaman selanjutnya. Tiba-tiba komik tersebut berubah menjadi layar animasi kecil. Anda tetap merasa membaca komik tetapi dalam waktu yang bersamaan melihat secara nyata adegan yang ada dalam bayangan otak anda saat membaca tiap panel komik. Itulah pengalaman yang akan anda rasakan selama menonton Spider-Man: Into the Spider-Verse. Sebagai proyek yang sudah dimulai sejak tahun 2014, Spider-Man: Into the Spider-Verse menjadi proyek ambisius Marvel bersama Sony Pictures Animation dalam penyajian teknologi animasi dan penceritaan Spider-Man karena dua hal ini dibawa secara revolusioner. Dari pemaduan seni animasi 2D, 3D dan artwork komik sampai pembawaan cerita dengan tema multiverse dimana berbagai karakter dengan alter ego sama tapi berbeda dimensi harus saling bekerja sama satu sama lain dalam menyelesaikan masalah dan menyelamatkan dunia. Saya bisa jamin anda tidak akan rugi mengeluarkan uang anda untuk duduk dan menikmati keindahan visual serta serunya mengikuti petualangan Spider-Man di Spider-Verse.

Into the Spider-Verse menceritakan seorang remaja bernama Miles Morales yang melanjutkan pendidikan ke sekolah asrama di Brooklyn demi memenuhi ekspektasi orang tuanya. Ayahnya, Jefferson adalah seorang polisi yang memiliki pandangan negatif terhadap superhero (salah satunya Spider-Man) karena menilai superhero sering ikut campur urusan aparat hukum. Suatu hari, Miles bersama pamannya, Aaron Davis, mengunjungi ruang bawah tanah untuk menggambar grafiti. Pada saat itu, Miles digigit seekor laba-laba radioaktif yang mengubah dirinya menjadi manusia dengan kemampuan laba-laba seperti Spider-Man. Miles harus menghadapi kenyataan mengejutkan pada tubuhnya yang bermutasi dan rencana Kingpin, seorang boss mafia yang berupaya melakukan eksperimen ruang dimensi yang berbahaya untuk mengembalikan anggota keluarganya yang tewas karena kecelakaan. Bersama dengan para Spider-Man dari universe lain, Miles harus menghentikan rencana Kingpin sebelum kota Brooklyn lenyap dari ledakan ruang dimensi.
Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, menonton Into the Spider-Verse terasa tidak hanya seperti menonton film animasi 3D saja tapi juga seakan membaca komik yang membuka halaman dengan sendirinya. Desain animasi yang cerah, tarikan-tarikan garis dalam animasi yang lurus seperti komik, motion karakter yang kartunis dan efek-efek komikal seperti adanya kotak dialog setelah Miles memperoleh kekuatan laba-laba dan efek onomatope seperti tulisan “WHAM!”, “SKREECH!” saat keluar sound effect membuat experience penonton menjadi lebih dari sekedar menonton film animasi pada umumnya. Tidak hanya satu desain artwork saja yang ditampilkan di sini tapi dengan adanya kehadiran Spider-Man dari universe yang berbeda, artwork mereka pun berbeda. Sebut saja, kita bisa melihat Peni Parker dengan desain ala anime Jepang, Spider-Man Noir dengan desain ala film noir yang hitam putih, dan Spider-Pork dengan desain kartun humor. Atmosfer tiap adegan juga diwakilkan sesuai warna karakter yang bersangkutan dan mood situasi yang ada. Misal saat villain Prowler dengan kostum ungunya mengincar target di tempat persembunyiannya sendiri, maka warna ungu akan mendominasi layar dan bisa mendadak terang saat Prowler menemukan targetnya. Dengan paduan animasi dan artwork, Spider-Verse dapat memberikan beberapa shot adegan yang bisa dibilang indah, contohnya saat Miles terjun dari atas bangunan dan di shot terbalik dengan background bangunan New York di malam hari.

Secara cerita pun, Into the Spider-Verse tanpa diduga mampu memberikan cerita yang bagus dan menarik. Premis ceritanya masih merupakan premis umum tentang remaja yang ingin membuktikan kemauan dirinya sendiri dan mau menunjukkan pada siapapun dari orang tua, teman, dan orang sekitar bahwa dia tidak salah dalam memilih keputusan dan mau mempertanggungjawabkannya. Umum bukan? Tapi yang menjadikan premis film yang umum ini menjadi menarik adalah bagaimana premis dasar dalam karakter Miles ini “ditabrakkan” dengan latar belakang tokoh Spider-Man lainnya. Miles yang kesulitan dalam menunjukkan bahwa dirinya bertanggung jawab harus berhadapan dengan Peter Parker yang semakin dewasa malah menjadi sosok yang terlalu santai, cuek dan kurang bertanggung jawab di saat Miles butuh seorang mentor untuk melatih dirinya agar bisa menjadi Spider-Man. Latar belakang Miles yang tidak akur dengan ayahnya mengalami titik temu dengan Peter Parker yang juga berpisah dengan Mary Jane dan Spider Woman yang harus kehilangan teman baiknya sendiri. Meskipun Miles adalah tokoh utama dan plot berpusat di Miles namun alur cerita pun juga dipengaruhi dari bagaimana Miles berinteraksi dengan Spider-Man lainnya. Intinya, Miles menemukan konflik hidupnya sebagai Spider-Man sedangkan Spider-Man yang lain memberikan bantuan untuk dia mencari resolusi. Ini yang membuat setiap dialog dan tindakan karakter disini lebih hidup, punya alasan dan masuk akal.
Yang membuat film Spider-Verse menjadi salah satu film animasi terbaik di tahun 2018 adalah bijaknya pembagian porsi dalam menonjolkan berbagai aspek berbeda dalam satu kemasan. Hal ini bisa dilihat dari plot cerita dari awal sampai akhir film. Meskipun nilai jual di film ini adalah multiverse Spider-Man, pada hakekatnya film ini adalah cerita tentang Miles Morales sebagai Spider-Man. Bukan berarti Spider-Man lainnya hanya sekedar cameo atau tokoh pendukung cuma-cuma. Namun dengan menitikberatkan film ini di Miles, film ini memiliki plot dan tema yang konsisten dan jelas sampai akhir. Ini sebenarnya adalah penulisan cerita yang bijak karena tidak memaksakan semua Spider-Man ambil bagian dengan serampangan di bagian terakhir demi menjual semua 6 karakter Spider-Man. Tentu beberapa penonton mungkin penasaran dan ingin mengenal lebih dalam dengan karakter Spider-Man di luar Miles seperti Spider Woman, Peni Parker atau bahkan Spider-Ham. Tapi mengetahui bahwa untuk membuat latar belakang setiap karakter tidak mudah untuk menciptakan cerita yang terelaborasi dengan baik, film ini tetap konsisten memusatkan perhatian pada Miles. Berbeda dengan berbagai film yang berusaha membawa berbagai karakter menarik tapi tak ada interaksi antar tokoh yang cukup dan meyakinkan. Lucu bukan untuk film yang 100% animasi dengan berbagai karakter berbeda ini bisa membawa dialog yang dalam standar umumnya lebih manusiawi dibanding film live-action lainnya, sebut saja serial Transformers dan live-action Tekken yang tidak jelas apa motivasi tokoh utama dan untuk apa tokoh-tokoh lainnya selain hanya sebagai penari latar belakang drama dagelan.
Selain desain animasi yang menarik dan plot ceritanya yang bagus, ada beberapa hal yang juga menjadi nilai lebih Into the Spider-Verse. FIlm score di Spider-Verse boleh dibilang unik dengan memadukan orkestrasi sinema dengan beat Hip-Hop & R&B. Ciri khas score ini makin terasa di adegan pertarungan terakhir. Ini memberikan emphasis pada latar belakang budaya Miles sebagai orang kulit hitam Amerika. Joke yang ada di film ini juga kena dan tidak maksa karena konsep tema dan animasi dalam film ini sepertinya memang tidak sulit untuk membuat joke yang kena. Mulai dari tingkah laku Miles yang jadi canggung karena tangannya lengket seperti laba-laba tersangkut di atap, dinding dan juga rambut teman sekolahnya sampai kelakuan 6 Spider-Man yang dengan kompak berusaha sembunyi dari teman sekamar Miles di langit-langit kamar.

Villain utama disini yaitu Kingpin juga adalah villain yang cukup menarik karena tidak hanya digambarkan sebagai sosok yang haus kuasa saja, namun punya motivasi yang masuk akal yang beberapa sisi sebagai penonton kita bisa mengambil simpati pada tokohnya. Kingpin disini mengingatkan saya pada tokoh Wilson Fisk (nama asli Kingpin) di serial TV Daredevil yang digambarkan punya sisi manusiawi dibalik kekejiannya sebagai bos kriminal, misalkan saat merasa khawatir dan berusaha melindungi kekasihnya Vanessa. Tentu yang disini penokohannya lebih sederhana, namun setidaknya berbeda dengan villain di film animasi lainnya yang motivasinya sekedar pure evil.
Namun tetap sebagus-bagusnya film tetap ada plothole-nya. Pertarungan Miles melawan para villain masih terasa klise. Miles, layaknya superhero umumnya dapat tetap berdiri tegak meskipun diserang dengan jurus yang paling mematikan sekalipun. Ini memberikan kesan fatalistik bahwa Miles pasti akan menang mau musuh menyerangnya dengan cara apapun cuma karena dia seorang protagonis. Meskipun begitu plothole ini masih bisa dimaafkan secara Into the Spider-Verse masih tergolong film keluarga yang memang tidak perlu aspek action yang terlalu realistis.
Selain itu, konflik antara Jefferson dengan Spider-Man terasa simplistik. Proses dari konflik ke resolusi terasa instan, terutama ketika Jefferson memasuki proses hampir dendam kesumat dengan Spider-Man karena menyangka Spider-Man telah melakukan pembunuhan. Pada akhirnya Jefferson terkesan dengan mudah memaafkan Spider-Man hanya dengan melihat secara langsung Spider-Man bertarung melawan Kingpin. Saya rasa penulis mungkin mau membawa lebih dalam perspektif Jefferson dan masyarakat sekitar tentang superhero, namun karena berisiko ceritanya menjadi gelap atau karena keterbatasan waktu, perspektif ini kurang digali lebih dalam jadinya.
Meskipun visualnya sangat bagus, berhati-hatilah yang memiliki riwayat epilepsi. Bagi yang matanya agak lemah dalam melihat gerakan cepat dan terang, animasi di Spider-Verse yang terang, berwarna-warni dan bergerak cepat bisa saja memberikan efek tidak nyaman dan menimbulkan gejala epilepsi.
Akhir kata, Spider-Man: Into the Spider-Verse bisa dianggap sebagai film animasi terbaik tahun 2018 dari segi penyajian desain animasi yang unik dan pembawaan cerita dengan tema Multiverse yang berhasil. Tidak banyak film yang membawa berbagai tokoh banyak dapat memberikan penceritaan bagus. Tidak banyak juga film yang berani bereksperimen berbeda dan cenderung mengikuti pakem animasi CGI 3D. Maka menonton film ini adalah sebuah pengalaman yang menarik bagi pecinta film Marvel, animasi, dan lebih terutama fans Spider-Man.
Comments