top of page
Search

Benarkah Bersekutu dengan Setan Bisa Mengalahkan Pengabdi Setan?

  • Writer: Sang Protagonis
    Sang Protagonis
  • Sep 21, 2018
  • 3 min read

Updated: Sep 22, 2018

Ini adalah film horor yang di akhir cerita ngga perlu Resolve di akhir ceritanya, yang penting bisa lihat sunrise di ujung bukit meski beberapa jam sebelumnya abis disayat-sayat pake santet. Awalnya teman telah memperingatkan saya bahwa film ini ngga worth watching, tapi mana mungkin saya percaya begitu saja. Beberapa akun yang saya follow di instagram mengatakan filmnya bagus, bahkan beberapa di antara mereka mengatakan kalau ini lebih bagus dari film “Pengabdi Setan” yang sebelumnya telah mendapat banyak sekali penghargaan termasuk film terbaik Indonesia versi FFI.



Film yang saya bahas di sini adalah remake dari film lama “Kafir” tahun 2002 yang dibintangi oleh Sujiwo Tedjo. Dalam film terbaru ini masih menggunakan judul yang sama dan masih ada Sujiwo Tedjo, namun dengan peran yang berbeda. Film ini berjudul “Kafir: Bersekutu dengan Setan”.


Saat saya nonton, saya datang tanpa ekspektasi sedikitpun tanpa peduli review orang-orang yang bilang film ini bagus. Ternyata film ini bener-bener mengejutkan. Entah bagaimana, film ini bagus dan jelek dalam waktu yang bersamaan. Saking bagusnya, saya sampe tidak memperdulikan plot hole di filmya, dan saking jeleknya, saya ngga peduli seberapa bagus awal filmnya.


Premis dari film ini sebenernya biasa aja, tapi beberapa film bagus juga tetep pake premis yang biasa aja seperti La La Land atau The Great Gatsby yang penting adalah eksekusi yang sangat elegan dan menarik yang menjadikan film tersebut berakhir bagus. Sayangnya eksekusi film ini tidak semenarik film yang saya sebutkan sebelumnya.

Di awal-awal film, pembangunan cerita sangatlah halus. Perkenalannya dimulai ketika bapaknya meninggal setelah batuk dan keluar beling dari tenggorokannya secara tiba-tiba. Semua cerita berlangsung ngga lama setelah bapaknya meninggal. Kedua anaknya masih menempuh pendidikan. Yang cowok kuliah, entah semester berapa, yang cewek masih SMA. Fokus ceritanya lebih ke gangguan secara psikologis yang mengganggu ibunya, yang kemudian berujung ke gangguan secara mistis.


Sampai saat itu, jumpscare yang disajikan tidak begitu banyak. Bahkan dalam film ini tidak ada hantu seperti film horor Indonesia pada umumnya. Ceritanya dibikin misterius dengan memberikan beberapa pertanyaan yang belum ada jawabannya. Seperti saat Sri bilang ke Hanum (anak perempuannya) “Orang yang udah mati, dalam 40 hari arwahnya belum pergi dari rumahnya” saat dia selesai masak. Bahkan sampai film selesai, saya ngga tau kenapa dia ngomong kayak gitu.



Saat film memasuki pertengahan di mana semua tragedi terjadi, ceritanya sangat seru. Banyak sekali misteri yang disebarkan di sana. Sembari karakter-karakter itu mencari jawaban atas potongan-potongan misteri tersebut, penonton juga diajak untuk menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi dan siapakah pelaku di belakangnya. Sayangnya saat klimaks dari film itu datang, semua ekspektasi hancur sedalam-dalamnya.


Saya percaya Azhar Kinoi Lubis, sutradara film ini, punya kepribadian ganda dan secara sengaja atau tidak sengaja, ditumpahkan dalam film ini. Semua karakter jadi begitu lemah (secara pendalaman) dan akting antagonis yang mirip sekali di ftv atau sinetron televisi. Mungkin sang sutradara menghisap rokok yang salah sebelum mengarahkan dalam scene akhir-akhir yang mengakibatkan semuanya berantakan. Belum lagi di akhir scene dimana Sri, Hanum, dan Andi duduk di ujung tebing sembari menyaksikan matahari terbit dengan luka tusuk di seluruh tubuh dan juga luka patah tulang di last fight. Oh, and they were smiling.


Tulisan ini ditulis dan disebarkan setelah film turun dari bioskop tapi ada kemungkinan film ini bakal tayang dan dapat disaksikan di Hooq atau channel stream yang ada. Kalau saya pribadi ngga akan nonton film ini lagi sama sekali. Tapi kalau kalian berminat menonton, silahkan tonton setengah dari film itu dan segera matikan saat di menit 50an. Lebih baik kalian penasaran akhir filmnya daripada menyesal menonton akhir filmnya. Saya curiga dengan orang-orang yang memberi nilai terlalu tinggi buat film ini, jangan-jangan mereka menonton film yang salah.

 
 
 

Comments


Post: Blog2_Post

©2018 by protagonis. Proudly created with Wix.com

bottom of page