top of page
Search

Godzilla: King of the Monsters : Pertempuran Monster (dan Manusia) yang Ceroboh dan Bodoh.

  • Writer: Sang Protagonis
    Sang Protagonis
  • Jun 26, 2019
  • 3 min read

Masih ingat film 2012 yang dulu terkenal karena teori dunia akan berakhir di tahun 2012? Masih ingat filmnya seperti apa? Yak, Godzilla: King of the Monsters seperti 2012. Bedanya kalau yang bikin kiamat di 2012 itu karena bencana alam, kalau di Godzilla yang bikin “kiamat” itu adalah monster-monsternya yang berantem gak pada tempatnya.



Apakah 2012 itu film bagus? Nggak. Cuma ngejual CGI bencana alam dan adegan intense menghindari reruntuhan bangunan dan puing-puing berjatuhan. Apakah Godzilla film yang bagus? Menurut kami juga nggak, sama kayak film 2012, hanya jual CGI dan adegan seru saja. Bedanya cuma ada monster yang muntahin api, petir dan radiasi ke mana-mana.

Para monster di film ini, baik Godzilla, Mothra, Rodan dan King Ghidorah juga membosankan. Membosankan karena terlalu linear baik dalam penggambaran dan juga saat bertarung. Mereka cuma ditakdirkan untuk saling tarung saja di film ini tanpa tujuan lain selain menang. Yang mati ya mati aja, yang kalah ya kalah aja, yang menang ya hore menang, silahkan tepuk tangan.


Orang-orang di film ini juga isinya adalah orang-orang ceroboh yang bertindak tanpa pikir sama sekali. Meledakkan bom ke monster ga pakai mikir dampaknya apa, nyari anak yang hilang gak mikirin pergi kemana dulu, berkomunikasi dengan monster juga ga mikirin monsternya bakal bagaimana. Pokoknya gerak dulu, konsekuensi belakangan. Untung beberapa tokoh disini karena tokoh baik dan penting jadi mereka dilindungi plot armor yang besarnya melebihi besarnya monster-monster di sini. Gila, lari-lari di bawah hujan petir King Ghidorah masih selamat euy.



Ada 2 kesalahan umum yang sering terjadi di film Hollywood dan terjadi juga di Godzilla: King of the Monsters:


Pertama, sering banget di film ada satu karakter naif dan idealis dengan tujuan mulianya tapi ujung-ujungnya gagal, bahkan kadang sampai menyesal. Contohnya, ibunya Madison yang niatnya mau melindungi monster-monster di dunia untuk membawa keadilan, keteraturan dan keseimbangan alam dunia tapi kemudian malah panik begitu monsternya mengamuk dan mencelakai seluruh dunia. Anak-anak, ini lah pentingnya mengawasi ibu kalian yang keseringan baca grup Whatsapp penuh hoax, keseringan denger frekuensi suara monster dan keseringan nonton Thanos di Infinity Wars supaya nggak terobsesi mau membawa keseimbangan alam kayak Thanos dengan melindungi monster ganas. Ini ibu juga mungkin belum sempat nonton Endgame saking sibuknya bikin alat komunikasi antar monster jadinya nggak tahu endingnya Thanos kayak bagaimana. Persis seperti Killmonger di Black Panther yang ingin membebaskan umat kulit hitam di seluruh dunia tapi malah menyerang sesama penduduk Wakanda karena aslinya cuma dendam kesumat sama Wakanda yang membunuh bapaknya.


Kedua, apa MonsterVerse (cinematic universe Godzilla dan King Kong) tidak belajar dari DCEU yang terlalu nafsu bikin Batman vs. Superman dan Justice League yang terlalu banyak memasukkan karakter penting di satu film tapi gagal total pas eksekusi sampai dihabisi kritikus sama fans? Di film ini juga sama saja, Godzilla, Mothra, Rodan, sama King Ghidorah dipertarungkan dalam satu film tapi ya jadinya ga jelas maksud dan tujuannya. Kenapa ga buat satu film tentang Mothra dulu? Apa lagi kalau melihat sejarah Mothra sebagai Kaiju di dunia film monster Jepang, Mothra adalah monster kaiju terkenal nomor dua karena perannya yang juga baik. Atau idenya cuma mentok di Godzilla dan King Kong? Ya pantes aja monster lain terabaikan.


Daripada dikategorikan sebagai film monster, film ini lebih layak masuk kategori film bencana (disaster film) karena film ini lebih sukses menampilkan bencana yang disebabkan oleh monster dibanding pertarungan antar monster yang berarti. Setidaknya film ini tidak benar-benar menjadi film “bencana” semata karena fans masih bisa menikmati pemandangan lanskap yang cukup epik di setiap adegan dan efek CGI yang cukup menegangkan di setiap adegan seru. Tapi jangan berharap yang lebih dari itu.


Godzilla: King of the Monsters menjadi contoh kedua dari film Hollywood yang terlalu ambisius dalam menerapkan praktik shared universe sehingga hanya menciptakan film pertikaian nirfaedah antara monster-monster CGI dan petualangan manusia-manusia bodoh dan ceroboh dalam menghadapi monster di bumi. Mari berharap Godzilla vs. Kong (2020) bisa membayar apa yang selebihnya kurang dari film ini.

 
 
 

Comments


Post: Blog2_Post

©2018 by protagonis. Proudly created with Wix.com

bottom of page