Bohemian Rhapsody: Sebuah Drama Sang Boheme Rock Legendaris.
- Sang Protagonis
- Dec 4, 2018
- 5 min read
Updated: Dec 5, 2018
Tidak ada yang tahu makna asli dari lagu Bohemian Rhapsody, bahkan sampai di detik kematian sang pencipta dan penyanyi lagu tersebut yaitu Freddie Mercury, vokalis Queen yang meninggal karena AIDS. Ada yang mengartikannya sebagai kisah Freddie yang mengalami trauma di masa kecil, ada yang mengartikan sebagai parodi opera bergaya rock, ada juga yang berkata bahwa isi liriknya hanya omong kosong yang memang tidak dimaksudkan punya makna.

Namun, bila kita mencoba mengartikan dua kata dari judul lagu itu sendiri, maka Bohemian Rhapsody bisa berarti sebuah kisah per babak (rapsodi) seorang tokoh yang hidupnya di luar perilaku konvensional masyarakat umum (boheme atau seorang bohemian). Dan inilah narasi film Bohemian Rhapsody yang ingin ditunjukkan kepada penonton yaitu sebuah film yang menceritakan setiap babak hidup Freddie Mercury dan bandnya. Mulai dari perjalanan musik Freddie Mercury dan Queen yang terkenal sering memadukan elemen musik rock dengan elemen musik lain, suatu hal yang tidak umum untuk tren musik di zamannya, sampai kisah hidupnya dengan orang terdekat dan masyarakat terkait orientasi seksualnya, kehidupan cinta dan sosialitanya serta AIDS yang menjangkit tubuhnya.
Bohemian Rhapsody mengisahkan timeline hidup Freddie Mercury dari tahun 1976 sampai 1985. Berawal dari kisah pertemuan Freddie Mercury dengan personil awal band Queen yaitu Brian May dan Roger Taylors sampai penampilan paling fenomenal Queen di Live Aid 1985. Film ini menceritakan lika liku karir Queen, contohnya saat perekaman Bohemian Rhapsody yang ditolak karena berdurasi terlalu panjang dan direspon kritis oleh pengamat musik. Bohemian Rhapsody juga menceritakan kehidupan pribadi dan selebritinya, seperti hubungannya dengan Mary Austin, managernya Paul Prenter, dan kekasihnya Jim Hutton.
Layaknya sebuah karya rapsodi, Bohemian Rhapsody menceritakan tiap babak hidup Freddie Mercury yang memiliki dinamika berbeda di tiap adegan dengan sangat elaboratif. Setiap adegan dengan adegan selanjutnya mampu menunjukkan ritme jatuh bangun hidup Freddie Mercury dengan jelas dan mengena selama kita memang mau mengikuti arah narasi yang dibawa Bryan Singer. Kita dapat melihat asal muasal Freddie Mercury dan kawan-kawannya di awal film yang membuat mereka mencetuskan perekaman Bohemian Rhapsody. Dari perekaman itu juga kita mendapatkan titik awal ketenaran Queen dan berpijak lagi dari itu kita dapat juga titik terendahnya hidup Freddie Mercury dan renggangnya dia dengan Queen dan kekasihnya Mary Austin. Setiap episode itu akhirnya berakhir klimaks dengan konser Live Aid yang menjadi resolusi semua titik konflik di awal sampai akhir, dari hubungannya dengan keluarganya, dengan Mary Austin, dan dengan Queen.

Mungkin tidak sulit membuat plot film biopic yang tokohnya pernah ada dan kisah hidupnya selalu diceritakan dari masa ke masa, tidak seperti kisah drama fiksi. Namun Bohemian Rhapsody tidak akan mengena ke penonton tanpa akting Rami Malek yang usahanya untuk mereka ulang babak hidup Freddie Mercury bisa dibilang lebih dari cukup. Rami Malek berhasil menghidupkan Freddie di film ini lewat pola berbicara dan gerak tubuhnya saat sendiri, saat berinteraksi dengan orang terdekat, dengan publik, dan di panggung. Karakter Freddie yang khas dan pembawaan Rami Malek yang kuat menjadikan plot Bohemian Rhapsody yang sekilas hanya merangkai ulang momen hidup Freddie menjadi sebuah adegan reka ulang kehidupan Freddie Mercury dimana kita menjadi saksi hidupnya secara langsung. Casting yang cocok dengan aktor yang tidak sembarangan serta keseriusan dalam reka ulang setting di biografi Freddie Mercury, seperti saat tur konser Live Aid membuat kita benar-benar melihat konser live hidup Freddie Mercury dan Queen di layar bioskop.
Namun film ini juga terlalu overrated untuk dianggap sebagai film terbaik 2018. Demi menciptakan plot yang sangat elaboratif, fakta historis banyak diabaikan dalam film ini. Dari yang bentuknya remeh seperti perekaman sesi opera Bohemian Rhapsody yang melibatkan John Deacon sampai yang cukup terang-terangan seperti pembubaran Queen dan temuan bahwa Freddie terjangkit AIDS sebelum Live Aid. Hal ini menyebabkan film ini layak dituduh melakukan over dramatisasi hidup Freddie Mercury.
Meskipun plot nya mulus, namun tiada yang baru dari narasi Freddie Mercury disini. Kita semua sudah tahu orientasi seksualnya, apa itu Bohemian Rhapsody, apa saja lagu hits Queen (yang hampir semuanya menjadi BGM di setiap adegan), siapa kekasihnya, dan seperti apa Queen saat tampil live di panggung. Tidak seperti biopic lain yang berupaya membawa narasi baru, seperti The Imitation Game yang menceritakan homoseksualitas Alan Turing (meskipun ini dikritik bermain di kartu truf progresivitas gender) atau Theory of Everything yang menggali hubungan personal Stephen Hawking dengan istrinya dan orang sekitarnya.
Padahal menggali lebih dalam orang sekitar Freddie Mercury seperti Brian May, Roger Taylor, dan John Deacon adalah upaya yang cukup untuk membawa narasi Bohemian Rhapsody yang lebih. Yang terjadi adalah film ini benar-benar sekedar biopic Freddie Mercury saja, meskipun dipasarkan sebagai biopic Queen. Bahkan ada yang lebih kritis mengatakan ini lebih sekedar film tentang Rami Malek sebagai Freddie Mercury, bukan film tentang Freddie Mercury. Karena memang banyak yang bisa dikisahkan namun tidak.
Hanya saja memang bisa dimaklumkan mengapa banyak segi historis yang diabaikan dan mengapa penggambaran Freddie Mercury yang mainstream sangat mendominasi di sini. Kuncinya ada di fans Queen yang punya ekspektasi pada film ini. Fans Queen pun tidak seragam, ada spektrum dari fans garis keras yang pernah menonton Queen secara live sampai fans golongan muda yang baru mengetahui Queen 1 tahun yang lalu. Ini yang menyebabkan sulit membayangkan film biopic Queen seperti apa yang bisa diterima fans. Plot yang sekarang menimbulkan kritik berupa simplifikasi sejarah Freddie Mercury menjadi sekedar drama, mengabaikan aspek lain Freddie Mercury dan Queen lainnya seperti perjuangannya melawan AIDS, dan orientasi seksualnya yang dianggap gay. Namun, apabila terlalu fokus dengan ulasan historis dan tidak ada drama yang ditampilkan maka fans pun akan bosan dan film ini hanya sekedar berupa dokumenter eksklusif untuk fans fanatik saja. Padahal tidak sedikit fans yang ingin nama band pujaannya tenar lewat film ini.
Apabila harus menceritakan perjuangan Freddie melawan AIDS, hubungannya dengan Jim Hutton dan karir lengkap Queen dari album awal sampai terakhir, semua itu tidak akan cukup dimuat dalam format film bioskop berdurasi 2,5 jam. Saya pun punya ekspektasi bahwa finale film ini seharusnya menampilkan adegan konser Queen di Wembley tahun 1986, bukan Live Aid. Namun bila ekspektasi saya dituruti maka yang ada adalah 30 menit reka ulang konser Wembley. Akhirnya, film ini bakal menjadi kompilasi reka ulang konser Queen, bukan biografi Freddie Mercury dan Queen. Tentu tak ada fans yang mau menonton reka ulang konser Queen yang dimainkan aktor.
Bohemian Rhapsody menjadi sebuah rapsodi yang cocok untuk fans Queen yang ingin melihat idolanya hidup kembali di layar lebar. Plot yang sederhana namun rapi dan mengalir sudah cukup membuat fansnya bernostalgia dan berpetualang di dalam narasi hidup Freddie Mercury dan Queen. Namun, mengatakan bahwa film ini akan menjadi film terbaik yang layak untuk penghargaan sepertinya terlalu jauh diharapkan karena film ini tetap sejatinya adalah fanservice untuk fans Queen, bukan dobrakan baru dari untuk genre biopic. Agak ironis memang karena Bohemian Rhapsody adalah lagu pendobrak tren rock di eranya, namun filmnya tidak. Meskipun begitu, mari kita harapkan Rami Malek akan mendapatkan penghargaan untuk aktingnya di film ini.
Comments