top of page
Search

27 Steps of May: Coping Rape Trauma

  • Writer: Sang Protagonis
    Sang Protagonis
  • Jun 5, 2019
  • 7 min read

Apakah anda pecinta film yang menilai film dari bermacam-macam aspek yang terkandung? Apakah kalian tidak puas menonton film horor yang hanya mengandalkan jumpscare tapi cerita yang disajikan sangat tidak masuk akal? Apakah kalian benci dengan film superhero yang menumpas kejahatan hanya karena dia kuat tanpa adanya beban moral yang diemban? Sepertinya film 27 Steps of may adalah film yang cocok untuk selera anda.



27 Steps of May adalah film yang mengangkat isu yang sensitif, yang diceritakan melalui sudut pandang seorang penyintas. Sudut pandang yang tidak biasa dieksplorasi. Menampilkan cara penceritaan yang tidak biasa juga. Film yang lebih banyak bercerita dalam gerakan.

Film ini begitu sunyi. Bunyi-bunyi yang keluar lebih banyak produksi dari barang yang saling terbentur atau tergesek. Tapi dengan kualitas mimik dan gerakan yang solid, penonton bisa memahami apa yang ingin disampaikan oleh karakter-karakter itu.

FIlm ini menceritakan tentang kehidupan seorang wanita usai mengalami perkosaan di masa sekolah. May (Raihaanun) harus menderita depresi selama delapan tahun dan trauma dari kehidupan di luar garis amannya. Selama delapan tahun, May menjalani kehidupan rutinnya bersama dengan ayahnya (Lukman Sardi) agar tetap bisa bertahan.

Ayahnya selama delapan tahun terus berusaha menjaga kestabilan rutinitas. Menjaga agar tetap May tetap bertahan dengan segala traumanya, yang tampaknya tidak menemukan jalan keluar. Mereka berdua menghabiskan waktu setiap harinya membuat boneka.



Setiap hari kurir (Verdi Solaiman) mengirim dua karung boneka yang masih berantakan dan boneka yang selesai dikerjakan di hari yang sama. Ayah sendiri setelah mengerjakan bonekanya bersama May, menghabiskan waktu di ring tinju, sebelum akhirnya didepak dan harus bertanding di ilegal fighting.

Selama delapan tahun rutinitas itu terjaga, sampai akhirnya muncul lubang kecil di kamar May. Lubang itu ternyata tembus menuju bangunan sebelah. Ruangan milik seorang pesulap. Dari balik lubang itu, May bisa melihat aksi pesulap itu melatih aksinya. Dari lubang itu juga May berinteraksi dengan dunia luar.

Bila anda adalah pecinta estetika gambar seperti anak-anak indie yang mencintai gradasi senja, film ini adalah bahan masturbasi anda. Bukan warna-warna yang beragam dan bertingkat, tapi penggambaran mood dan nuansa dari warna-warna yang konsisten.

Ruangan kamar May sebagai batas amannya, selalu terlihat rapi dan cerah. Ada juga warna-warna gelap yang menjadi warna latar di tempat ayah bertanding. Warna-warna ini tidak hanya menggambarkan mood dari karakter yang terlibat di dalamnya, tapi sanggup membawa penonton untuk merasakan mood sama.

Saya juga terkesan dengan sinematografi yang bagus dari film ini. Sudut yang ditampilkan di sini seolah juga sedang bercerita ke penonton. Jarang saya melihat film yang bisa berbicara dari cara pengambilan sudut, tapi kali ini saya benar-benar menikmatinya.

Kualitas film ini tidak akan bisa menjadi seindah ini tanpa adanya kualitas akting yang luar biasa. Saya bisa mengatakan bahwa Raihaanun menampilkan kualitas akting yang luar biasa. Sepanjang film, dia hanya punya dua baris dialog. Akan tetapi dia berhasil membuat penonton berempati kepadanya melalui gesture dan aktingnya. Tidak diragukan lagi, mestinya Raihaanun bisa mendapat piala citra dari peran ini.

Tentunya film ini tidak milik Raihaanun seorang. Lukman Sardi juga berperan penting dan berakting cukup bagus. Hubungan ayah anak yang tidak pernah berbicara sejak May Mengalami perkosaan tanpa dialog tentu tidak mudah. Tapi Lukman Sardi berhasil meyakinkan penonton bagaimana di menyayangi May. Bagaimana dia selalu merasa bersalah atas insiden yang dialami May saat itu.

Satu-satunya yang mengganggu dari penampilan Lukman Sardi adalah adegan tinju dan fightingnya. Mungkin dia Ayah yang sering menghabiskan waktu di arena pertarungan untuk melampiaskan kekesalannya selama ini, sehingga terkesan seperti anak kecil yang hanya ingin memukul orang. Padahal di awal cerita, dia berada di ring tinju profesional. Susah mempercayai dia seorang petinju profesional kalau melihat cara dia mengayunkan tinju.

Sepertinya tidak pantas memberikan pujian ke Raihaanun dan Lukman Sardi atas perannya di sini tanpa memberikan apresiasi ke Verdy Solaiman. Meskipun screen time dia hanya sedikit, tapi sangat menghibur dan meyakinkan. Meski penonton tidak tau siapa dia sebenarnya dan apa hubungan dia dengan ayah, tapi saya merasa mereka berdua punya hubungan yang dekat.

Verdy sendiri yang hanya menjadi kurir boneka, tidak pernah berhenti memberikan kepercayaan kepada ayah bahwa semuanya akan menjadi lebih baik. Ketekunannya datang tiap hari untuk mengambil boneka dan membawa boneka baru seolah-olah mengawasi perkembangan May tiap harinya. Dia juga yang menjadi kunci konsistensi dan keteraturan yang dibangun May dan juga Ayah.nah berhenti memberikan kepercayaan kepada ayah bahwa semuanya akan menjadi lebih baik. Ketekunannya datang tiap hari untuk mengambil boneka dan membawa boneka baru seolah-olah mengawasi perkembangan May tiap harinya. Dia juga yang menjadi kunci konsistensi dan keteraturan yang dibangun May dan juga Ayah.



Yang menarik dari film yang cukup kompleks seperti ini adalah kemungkinan untuk membuka ruang diskusi yang cukup lebar. Saya sendiri merasa banyak sekali yang bisa didiskusikan dari film ini. Mulai dari simbol yang digunakan hingga diskursus yang tercipta dari film ini.

Kemudian muncullah diskusi antara saya dan teman lama saya. Dari diskusi yang terjadi muncullah beberapa kesimpulan yang menunjukkan kenapa film ini dibilang masih mengecewakan.

Beberapa kesalahan yang ada kebanyakan adanya karakter pesulap. pesulap ini memiliki banyak peran untuk May melewati masa traumanya. Perannya yang sepenting itu malah mengacaukan premis dan aksi yang dibangun dari awal. Kesalahannya terbagi dalam dua bentuk. Bentuk pertama adalah teknis. Bagian ini lebih banyak terlihat dalam bentuk nyata entah itu properti atau perbuatan yang jelas. Bentuk kedua adalah non-teknis. Bagian kedua tidak benar-benar terlihat dalam bentuk nyata tapi lebih ke bentuk interpretasi dari semua yang ditampilkan.

Saya mulai dari bagian pertama. Di awal, diceritakan bahwa di belakang rumah May terjadi kebakaran. Setelah beberapa saat muncullah lubang kecil di dinding dalam kamar May yang cukup mengganggunya. Sampai pada waktunya May mengintip lubang itu, kemudian terlihatlah aktivitas pesulap dibalik dinding itu.

Kemudian lubang itu ditutup dengan secarik kain yang menembus sampai ke kamar May. karena penasaran, May menariknya. Ternyata itu adalah kain yang tersambung dengan secarik kain lainnya yang juga diisi dengan batu di tiap potong. Karena gesekan baut-batu itu, lubang yang awalnya hati seukuran lubang kunci, menjadi lebih besar. Bahkan May tidak lagi mengintip ke dalam lubang, tapi melihat dengan dua matanya.

Lalu apa yang salah? Secara etika, membuat lubang ke properti orang lain tanpa izin adalah sebuah kesalahan. Apalagi ruangan itu adalah sebuah kamar orang yang tidak pernah dia kenal sama sekali. Tidak semestinya orang melakukan hal semacam itu. Ditambah lagi interaksi secara fisik melalui lubang itu.

Selain itu, saat pesulap sedang melatih aksinya, tiba-tiba listrik di tempatnya padam. Yang dia lakukan adalah memberikan satu kabel listrik kepada May meminta untuk menyalurkan listrik dari rumahnya. Mungkin bisa dimaklumi bahwa itu adalah saat penting untuknya menyelesaikan aksinya maka dibutuhkan segera aliran listrik. Ternyata listrik itu terus tersambung sampai beberapa hari. Bahkan saat May mencabut sambungan kabel dari rumahnya, pesulap memanggil May dan memberikan isyarat bahwa dia butuh listrik dari rumahnya.

Tindakan itu jelas adalah pencurian dari properti orang secara tidak langsung. Beban listrik yang ditanggungkan jelas bukan untuk pesulap itu sendiri. Mungkin terasa aneh kalau Ayah sudah melihat kabel yang melintang di kamar May tanpa dia ketahui yang tidak seperti biasa ada di kamar may. Saya bisa mendebat dengan mengatakan bahwa Ayah sangat menghormati May dengan tidak pernah mencampuri semua urusan yang terjadi di kamar May. Tapi saya tidak menemukan alasan untuk memperbolehkan pesulap melakukan dua hal yang saya sebut sebelumnya.

Bagian kedua lebih abstrak dibanding yang pertama. Diskusi antara saya dan teman saya akan terdengar lebih penting dibanding ulasan di bagian pertama. Saya membicarakan esensi dan dan pesan yang ingin disampaikan dari film ini, tapi jadi rusak karena beberapa faktor yang tidak benar-benar kami ketahui penyebabnya.

Film ini ingin menyampaikan bagaimana korban kekerasan dan pemerkosaan menjalani hidupnya. Mulai dari trauma yang dihadapi selama delapan tahun yang mengakibatkan May enggan meninggalkan tempat amannya, sampai akhirnya dia mengatasi traumanya itu dan move on dengan kehidupannya. Sayangnya tindak tanduk pesulap di sini bisa dianggap kelewatan.

Di awal beberapa scene awal, pesulap itu mengetahui bahwa May tertarik dengan aksi sulapnya. Yang dilakukan kemudian adalah menjalani interaksi yang lebih dekat dengan May. Pesulap menampilkan beberapa aksi sulap yang hanya membutuhkan dua tangan dan sambil tetap mencoba interaksi lebih dengan May. Beberapa kali interaksi ini terjadi antara Pesulap dan May. Interaksi yang awalnya terjadi hanya seperti komunikasi menggunakan dua tangannya, menjadi kontak fisik tangan pesulap dengan tangan May.

Apakah interaksi itu mengganggu pengalaman penonton? Iya. Seorang yang baru datang entah dari mana, berusaha melubangi, atau melebarkan lubang, dinding rumah tetangganya dan mulai memasuki boundaries yang tidak seharusnya dimasuki tanpa izin.

Kemudian tibalah adegan saat May masuk ke tempat pesulap itu dan melihat-lihat isi tempat pesulap itu. Entah bagaimana rumah pesulap bisa punya ruang yang lebih rendah dari kamar May yang sejajar dengan ruang pertunjukkan pesulap sedangkan rumah May hanya satu lantai.

Tapi satu hal yang menurut teman saya cukup mengganggu alur cerita tersebut. Adalah pembebanan savior complex kepada si pesulap. Bukan hanya karena dia orang yang baru datang entah dari mana, tapi bagaimana cara mengatasi depresi itu.

Semenjak kedatangan pesulap, May jadi banyak melakukan interaksi dengan si pesulap melalui lubang itu. Sampai suatu ketika, pesulap itu terlihat bersama dengan seorang wanita dengan pakaian seksi yang, sepertinya, menjadi asisten pertunjukannya. Dengan gesturenya yang cukup seksi dan bagaimana kedua orang tersebut saling tertawa membuat perasaan May cukup terganggu. Berkat akting yang indah dan kuat dari Raihaanun, saya menyimpulkan bahwa May cemburu dengan wanita yang bersama pesulap itu. Bisa disimpulkan bahwa May mulai merasakan rasa suka kepada pesulap itu.

Lalu apa yang salah dengan perasaan suka itu?

Menurut saya tidak salah sebenarnya dengan rasa suka dari seorang perempuan kepada laki-laki. Tapi yang mengganggu di sini adalah bagaimana menceritakan bahwa to cope with all the trauma of being raped is by “gentle love” from people that comes from nowhere. Bahkan gentle love yang ditampilkan dalam film ini banyak yang melewati batas. Batas secara gamblang maupun yang tidak terlihat secara langsung.

Mulai dari usaha pesulap memperbesar lubang dari dinding antara ruangannya dan ruangan May, percobaan pesulap untuk physical contact dengan tangan May melalui lubang itu, meskipun awalnya May sudah terlihat tidak nyaman, tapi tetap saja pesulap tidak berhenti berusaha, dan puncaknya adalah saat pesulap menyingkap lengan baju May, meraba semua bekas sayatan di lengannya dan diakhiri dengan kecupan di pipi May. Tentu semua itu dilakukan tanpa persetujuan secara verbal ataupun non-verbal oleh May. Lalu, tidakkah semua interaksi yang dilakukan itu tidak beda dengan pemerkosaan yang dialaminya sampai membuat May trauma selama 8 tahun terakhir ini?

Saya pun setuju dengan pendapat teman saya di mana bagaimana film ini disimpulkan dengan cara seperti itu. Rasa cinta yang selalu diberikan oleh Ayah selama delapan tahun menjaga konsistensi tidak diupah dengan setimpal. Malah orang yang tidak dikenal dan tidak jelas siapa juntrungnya menjadi jalan keluar dari semua permasalahan ini.

Memang film ini memberikan nuansa baru dari semua film yang ditawarkan dengan aliran populer seperti komedi, aksi, dan horor. Film ini memberikan premis yang tidak biasa diambil oleh sineas dan dipresentasikan dengan cara yang juga tidak biasa. Tapi disayangkan dominasi peran lelaki dan cinta-cintaannya dalam film ini malah mengganggu pesan yang ingin disampaikan kepada penonton.


Credit to Rizky Akita (twitter: @RizkyAkita IG: @rizkyakita) for the discussion and insight in this article. If anyone interested with her thought (which is very insightful) you can contact through IG and Twitter as mentioned.

 
 
 

Komentarze


Post: Blog2_Post

©2018 by protagonis. Proudly created with Wix.com

bottom of page